Terletak di Desa Takaplager, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Museum Bikon Blewut menjadi salah satu destinasi budaya yang wajib dikunjungi di Pulau Flores. Museum ini berada di dalam kompleks Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, sekitar 10 km dari Kota Maumere, dan terbuka untuk umum setiap Senin hingga Jumat pukul 09.00–14.00 WITA.
Sejarah Pendirian dan Makna Nama “Bikon Blewut”
Cikal bakal museum ini dimulai pada tahun 1965 ketika Pater Dr. Theodor Verhoeven mendirikannya di Todabelu, Kabupaten Ngada. Namun, secara ilmiah dan sistematis, museum ini baru tertata dengan baik pada 1983 berkat upaya Pater Drs. Piet Petu SVD di Ledalero, Kabupaten Sikka.
Nama “Bikon Blewut” berasal dari bahasa Sikka, di mana bikon berarti lampau dan blewut berarti rusak. Secara filosofis, nama ini menggambarkan sisa-sisa peninggalan sejarah masa lalu. Penamaannya terinspirasi dari syair adat Krowe Sikka tentang penciptaan alam semesta:
“Saing Gun Saing Nulun, Saing Bikon Saing Blewut, Saing Watu Wu’an Nurak, Saing Tana Puhun Kleruk, De’ot Reta Wulan Wutu, Kela Bekong Nian Tana.”
Artinya: “Sejak zaman dahulu kala, ketika bumi masih rapuh, Tuhan di angkasa menciptakan langit dan bumi, matahari dan bulan.”

Koleksi Unik dari Zaman Batu hingga Perunggu
Museum Bikon Blewut menyimpan ribuan artefak dan benda bersejarah yang menjadi saksi perjalanan panjang peradaban di Flores. Koleksinya merupakan hasil penelitian para arkeolog dan misionaris SVD asal Belanda, termasuk Dr. Verhoeven dan rekan-rekannya.
Pengunjung dapat menemukan berbagai koleksi dari zaman batu hingga perunggu, seperti fosil, pakaian adat, perhiasan, alat musik tradisional, tenunan, anyaman, ukiran, senjata tradisional, hingga benda-benda porcelain. Salah satu koleksi paling menarik adalah fosil Stegodon Flores, hewan purba yang hidup sekitar 300.000 tahun SM, ditemukan di Mengeruda Matamenge, Bajawa.
Daya Tarik dan Keunikan Museum Bikon Blewut
Selain koleksi arkeologi yang mengesankan, museum ini juga menampilkan peta persebaran manusia purba di Flores. Peta tersebut menampilkan proses penggalian fosil manusia seperti Proto Negrito Florensis, lengkap dengan dokumentasi hasil temuan para peneliti.
Bagian pintu masuk museum pun tak kalah unik — berbentuk bulat dengan dua ambang bekas pintu peninggalan Istana Raja Nita, menambah nuansa historis bagi siapa pun yang melangkah masuk ke dalamnya.

Warisan Budaya dan Edukasi untuk Generasi Kini
Museum Bikon Blewut bukan sekadar tempat menyimpan benda-benda purba, tetapi juga pusat edukasi dan penelitian budaya Flores. Koleksi yang tersimpan di dalamnya menjadi sumber penting untuk memahami sejarah manusia dan kebudayaan lokal.
Dengan potensi besar sebagai sarana pembelajaran dan pelestarian budaya, Museum Bikon Blewut Ledalero layak menjadi destinasi wisata edukatif bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin mengenal lebih dalam kekayaan alam dan budaya Nusa Tenggara Timur.




