Doa Batuna’u Dalam Tradisi Etnik Lio
Sahabat http://Eastnusatenggara.id
Berbicara tentang Ende tidak melulu soal eksotisnya Danau Kelimutu dan latar historisnya sebagai Kota Pancasila. Tidak pula sebatas angkuhnya Bukit Kezimara dengan paralayangnya. Jauh dari pada itu, Ende menyimpan sejuta pesona dan misteri. Ende tersusun atas mozaik indah kebudayaan, syair-syair adat dan ritualnya.
Salah satu etnik yang mendiami wilayah Kabupaten Ende adalah etnik Lio. Orang-orang Lio terkenal dengan adat-istiadatnya yang kental. Kebudayaan masyarakat Lio masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kepercayaan yang merupakan simbiosa animisme, dinamisme dan spiritualisme.
Bila teman-teman mengunjungi Lio pada musim tertentu, kita akan dengan mudah menyaksikan beragam ritual adat. Menjelang musim tanam misalnya, ada upacara adat Nuka Nggua. Demikian halnya menjelang musim panen, ada acara Nggua Keti Uta. Ada juga acara adat Kema Sao Ria (acara pembangunan rumah adat).
Rumah adat bagi orang Lio memiliki nilai sakral. Pembangunan rumah adat dalam tradisi etnik Lio harus melewati serangkaian ritual adat dan tidak dilakukan sembarang. Di sini, mosalaki memainkan peran penting. Mengawali pembangunan rumah adat, mosalaki melantunkan doa Batuna’u yang diungkapkan secara lisan dengan bahasa adat yang sarat makna. Berikut contoh penggunaan doa Batuna’u dalam acara pembangunan rumah adat:
Ooo…… Du’a gheta lulu wula Nggae ghale wena tana. Gha mo nai sa’o ria, mo’o tika tenda bewa. Mo benu sa’o loa tenda, mo benu sa’o kita mo susu pu. Loa tenda tau nama nala, mo tau susu nggua nama bapu. Gha akum o welu watu tau maro manu. Aku loka semi tau mbe’i wawi. Na mera mo keta ndi’I mo’o gha. Buru we ma’e pu’u we paka ma’e boge. Ata polo ma’e kabe, ana wera mo rete mona. Ria mo tau dari nia bewa tau pase la’e.
Sebelum mosalaki melantunkan doa Batuna’u ini ada beberapa tahap persiapan yang harus dilalui. Babi dipotong lalu darahnya dioleskan pada batu dan tiang-tiang rumah adat yang telah disiapkan. Hati dan daging babi dipersembahkan untuk leluhur dan tana watu (alam).
Upacara pemberian sesajian (makanan) kepada leluhur dan tana watu ini dikenal dengan istilah pa’a loka. Upacara pa’a loka hanya bisa disaksikan oleh satu atau dua orang mosalaki lain. Usai melakukan pa’a loka inilah Mosalaki Pu’u mengumpulkan semua para mosalaki untuk duduk makan bersama yang didahului dengan doa Batuna’u (Sae).
Referensi:
Mboka, Idris, “Penggunaan doa Batuna’u dalam tradisi Etnik Lio di desa Ngalukoja kecamatan maurole kabupaten ende: Sebuah kajian linguistic kebudayaan”, dalam Matrasastra Vol. 3 No. 1, Juni 2016.